Menuntut Ilmu
Pengertian
Kata ilmu dalam bahasa Indonesia berasal
dari kata al-‘ilmu dalam bahasa Arab. Secara bahasa (etimologi) kata al-‘ilmu
adalah bentuk masdar atau kata sifat dari kata `alima – ya`lamu- `ilman. Dijelaskan
bahwa lawan kata dari al-‘ilmu adalah al-jahl (bodoh/tidak tahu).
Sehingga jika dikatakan alimtu
asy-syai’a berarti “saya mengetahui sesuatu”.
Sementara secara istilah (terminologi)
ilmu berarti pemahaman tentang hakikat sesuatu. Ia juga merupakan pengetahuan tentang sesuatu yang
diketahui dari dzat (esensi), sifat dan makna sebagaimana adanya. Dalam kitab Tafsir Aisar
at-Tafaasir dijelaskan bahwa:
Artinya : “Ilmu
itu adalah jalan menuju rasa takut kepada Allah, barang siapa yang tidak
mengenal Allah, maka dia tidak mempunyai rasa takut pada-Nya. Sesungguhnya yang takut
kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama”
2.
Semangat Menuntut Ilmu
Umat Islam wajib
menuntut ilmu yang selalu dibutuhkan setiap saat. Ia wajib shalat, berarti
wajib pula mengetahui ilmu mengenai shalat. Diwajibkan puasa, zakat, haji dan
sebagainya, berarti wajib pula mengetahui ilmu yang berkaitan dengan hal
tersebut, sehingga apa yang dilakukannya mempunyai dasar. Dengan ilmu berarti
manusia mengetahui mana yang harus dilakukan mana yang tidak boleh dilakukan.
Demikian juga dalam hidup kemasyarakatan, interaksi antar sesama manusia juga
harus di dasari dengan ilmu, sehingga tercipta suatu masyarakat yang kondusif
dan damai. Allah berfirman dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 122 :
Artinya : “Dan
tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang).
Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk
memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya”. (QS. At Taubah : 122)
Ayat di atas memberikan pemahaman kepada kita
bahwa sebagai orang beriman; semangat, tenaga dan pikiran tidak dibenarkan
hanya untuk usaha memenuhi kepuasan nyata seperti perang. Akan tetapi semangat, tenaga
dan pikiran juga untuk usaha menuntut ilmu terutama pengetahuan agama untuk kemanfaatan diri sendiri dan orang lain.
Ilmu merupakan penuntun manusia memahami ayat-ayat Allah baik Qauliyah maupun
Kauniyah sehingga mampu mamaknai hakekat hidup dan akhirnya memperoleh
keselamatan dunia dan akhirat.
Dalam menuntut
ilmu hendaklah tetap tabah dan sabar dalam menghadapi berbagai macam bahaya dan
ujian mental yang muncul. Sebab gudang kesuksesan adalah di dalam menghadapi
cobaan. Maka siapa yang ingin berhasil maksud dan tujuan menuntut ilmu harus
bersabar menghadapi banyaknya cobaan. Syeh Az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’allim
mangatakan, pernah kudengar sya’ir yang konon merupakan gubahan dari Sayyidina
Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah :
Artinya :
·
Ingatlah, kamu tidak akan memperoleh ilmu pengetahuan
kecuali dengan enam perkara ; yang akan kujelaskan semua kepadamu secara
ringkas.
·
Yaitu : kecerdasan, minat yang besar, kesabaran, bekal yang
cukup, petunjuk guru, dan waktu yang lama.
3.
Patuh kepada Orang Tua dan Guru
Selain
syarat tersebut di atas kunci kesuksesan dalam ilmu adalah patuh kepada orang
tua dan guru, yaitu menghormati mereka baik ketika masih hidup maupun sudah
meninggal. Kita harus bersikap sopan dan santun kepada orang tua dan guru baik
dalam ucapan maupun perbuatan, selalu mendoakan mereka jika sudah meninggal
minimal setiap setelah shalat.
Orang yang paling dekat dan berjasa kepada kita adalah kedua orang tua.
Merekalah yang membawa kita ke dunia ini dengan izin Allah. Betapa besar jasa
mereka sehingga kita tidak akan mampu menghitung dan membalasnya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita
harus berbakti kepada kedua orang tua. Allah menempatkan kewajiban berbakti
kepada orang tua pada peringkat kedua setelah kewajiban menyembah Allah swt. Firman Allah swt dalam Al Qur’an surat Al Isra’ ayat 23 :
Artinya: Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. (QS. Al Isra’ : 23)
Begitu besarnya jasa orang tua kita sehingga
keridlaan dan kemurkaan Allah tergantung pada keridlaan dan kemurkaan keduanya.
Rasulullah saw bersabda:
Artinya:”Keridaan Allah tergantung pada keridaan orang
tua dan kemurkaan Allah tergantung pula pada kemurkaan keduanya.” (HR.
Tabrani).
Guru
adalah orang yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu kepada kita. Dalam paradigma Jawa, guru bermakna “digugu
dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu
yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam
melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru
(diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang utuh, yang karenanya segala
tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri teladan oleh peserta didiknya.
Pengertian ini diasumsikan bahwa tugas guru tidak sekedar transformasi ilmu,
tapi juga bagaimana ia mampu menginternalisasikan ilmunya pada peserta
didiknya.
Guru
yang menjadikan kita orang beriman, mengerti hal yang baik dan buruk, gura juga
menjadikan kita orang yang pandai dan memahami ilmu pengetahuan, sehingga kita
akan memperoleh kedudukan yang tinggi di hadapan Allah dan manusia sebagaimana
firman Allah swt:
Artinya: ”Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat.”
(Q.S. Al-Mujahadah:11)
Di
samping itu, para penuntut ilmu dijanjikan oleh Rasulullah saw. akan diberikan
kemudahan jalan ke surga. Perhatikan hadits di bawah ini:
مَنْ
سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا اِلَى الْجَنَّةِ
ـ رواه مسلم
Artinya: “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk
menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.
Muslim).
0 komentar:
Posting Komentar