Selasa, 11 April 2017

RANGKUMAN MATERI BAHASA INDONESIA KELAS X SEMESTER 2

RANGKUMAN MATERI BAHASA INDONESIA KELAS X SEMESTER 2

BAB 7
MENGGUNAKAN KALIMAT YANG BAIK, TEPAT, DAN SANTUN

A. Syarat-Syarat Kalimat yang Baik dan Komunikatif
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari pembicara kepada pendengar melalui sarana bahasa secara lisan dan tulisan. Komunikator atau pembicara menyampaikan informasi lewat kalimat-kalimat yang dianggap dapat menjelaskan maksud yang ingin diungkapkan. Kalimatkalimat tersebut harus dapat dipahami oleh pendengar agar nantinya mendapatkan respons berupa jawaban atau tanggapan yang sesuai. Untuk mencapai komunikasi yang baik dan lancar, kalimat yang disampaikan harus efektif dan komunikatif.
Kalimat yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.
(1). Tidak menyimpang dari kaidah bahasa
(2). Logis atau dapat diterima nalar
(3). Jelas dan dapat menyampaikan maksud atau pesan dengan tepat
Kalimat yang tidak menyimpang dari kaidah bahasa maksudnya adalah kalimat yang cermat baik dari segi pemilihan kata dan bentukan kata maupun susunan kalimatnya memenuhi aturan sintaksis yang benar. Sebaliknya, kalimat yang menyimpang dari kaidah bahasa, susunan kalimatnya tidak sesuai dengan aturan sintaksis yang benar.Contoh:
1. Pada jadwal di atas menunjukkan kereta eksekutif ArgoLawu berangkat pada pukul 17.00 dari Gambir.
2. Bagi yang menitip sepeda motor harus dikunci.
3. Yang punya HP harus dimatikan.Kalimat di atas meskipun dapat dipahami tapi terasa janggal didengar.
Pada kalimat pertama terasa ada yang kurang secara sintaksis. Jabatan subjeknya tidak ada karena penggunaan kata tugas “pada”. Jika kata “pada” dihilangkan, akan terasa lebih tepat. Penggunaan kata tugas “bagi” pada kalimat kedua juga tidak pada tempatnya dan tidak perlu sebab yang dimaksud sesungguhnya adalah sepeda motor yang dititipkan bukan orangnya. Kalimat kedua mengandung pengertian bahwa yang dititipkan adalah pemilik sepeda motor atau orangnya.
Demikian pula pada kalimat ketiga, yang dimatikan adalah HP bukan pemilik HP. Perbaikan kalimat di atas ialah:
1. Jadwal di atas menunjukkan kereta api eksekutif Argo Lawu berangkat pada pukul 17.00 dari Gambir.
2. Sepeda motor yang dititipkan harus dikunci
3. Yang memiliki HP agar mematikan HP-nya.
Kalimat juga harus logis atau dapat dinalar oleh akal. Meskipun secara gramatikal sesuai dengan kaidah namun jika tidak logis, kalimat tersebut tak akan dapat dipahami dengan baik bila disampaikan kepada orang lain.
Contoh:
1. Anak-anak itu sedang asyik makan pohonan.
2. Ini adalah daerah bebas parkir.
3. Di sini tempat pendaftaran buta huruf.
Ketiga kalimat di atas salah nalar. Kalimat pertama jelas tidak masuk akal. Secara akal sehat, tidak ada manusia yang memakan pohonan sebab pengertian pohonan adalah keseluruhan pohon dari akar dan batang hingga daun. Kata pohonan juga dapat dimaknai banyak pohon. Meskipun secara struktur kalimatnya benar karena ada subjek, predikat, dan objek, tapi secara nalar tidak masuk akal. Kalimat kedua dan ketiga juga tidak tepat. Pengertian bebas parkir harusnya sama dengan bebas narkoba, bebas becak, dan bebas bea yang artinya daerah tersebut tidak ada lagi narkoba, becak, atau pungutan. Tapi arti bebas parkir mengapa jadi boleh parkir tanpa bayar. Kalimat ketiga maksudnya bagi yang buta huruf agar mendaftar di tempat ini untuk mendapatkan pengajaran. Pengertian pada kalimat di atas adalah orang mendaftarkan diri agar jadi buta huruf. Perbaikan kalimatkalimat di atas, yaitu:
1. Anak-anak itu sedang asyik mengumpulkan pohonan.
2. Ini adalah daerah boleh parkir bebas atau parkir gratis.
3. Di sini tempat pendaftaran kursus paket A bagi yang buta huruf.
Kalimat yang baik juga harus mengandung pengertian yang jelas, tidak membingungkan serta tidak menimbulkan penafsiran ganda atau ambigu. Tidak sedikit pula kita temui kalimat-kalimat yang diucapkan oleh penutur bahasa mengandung pengertian ganda. Kalimat ini selain dapat membingungkan juga menimbulkan respons atau tanggapan yang tak sesuai karena tidak tersampaikannya pesan secara benar.Contoh:
1. Saya melihat kelakuan anak itu bingung.
2. Mereka mengantar iring-iringan jenazah ke kuburan.
3. Semua mahasiswa fakultas yang baru agar berkumpul di ruang senat.
Ketiga kalimat di atas bermakna ganda. Kalimat pertama mengandung dua pengertian, dapat anak yang bingung atau saya yang bingung. Jika anak yang bingung, kata bingung harus mendapatkan imbuhan ke—an menjadi kebingungan. Jika saya yang bingung, kata bingung harus berada setelah kata saya. Perbaikannya ada dua varian, yaitu:
1a. Saya bingung melihat kelakuan anak itu.
1b. Saya melihat anak itu kebingungan.
Kalimat kedua bermakna jenazah yang diantar banyak. Frasa iringiringan jenazah mengandung pengertian jamak. Jadi pengertian kalimat kedua adalah mereka mengantarkan banyak jenazah ke kuburan. Apa benar? Sebenarnya maksudnya kata iring-iringan bukan ditujukan pada jenazah, tapi para pengiringnya sehingga makna sebenarnya adalah mereka mengantar para pengiring jenazah ke kuburan. Dan lebih jelas lagi jika kata mengantar dihilangkan. Perbaikannya ialah sebagai berikut:
2a. Mereka mengantar jenazah ke kuburan.
2b. Mereka mengiringi jenazah ke kuburan.
Kalimat ketiga dapat menimbulkan salah pengertian karena yang dimaksud adalah mahasiswa baru atau mahasiswa fakultas yang baru. Predikat baru ditujukan kepada mahasiswa atau pada fakultasnya.Perbaikannya ada dua varian, yaitu:
3a. Semua mahasiswa baru di fakultas itu agar berkumpuil di ruang senat.Atau
3b. Semua mahasiswa pada fakultas yang baru itu agar berkumpul di ruang senat.

B. Kalimat yang Komunikatif, tetapi tidak Cermat
Dalam proses komunikasi sering kita temui kalimat yang ditulis atau diucapkan tidak terlalu mengindahkan tata bahasa atau gramatikal. Artinya, kemungkinan dalam penyusunan kalimat banyak terjadi kesalahan atau kurang cermat, namun dapat dipahami karena memang sudah terbiasa didengar atau diucapkan. Namun, tetap saja ketidakcermatan penyusunan kalimat tidak menjamin terjadinya komunikasi yang efektif. Oleh sebab itu, kita harus memahami kriteria kalimat yang kurang cermat. Ketidakcermatan kalimat dapat ditinjau dari beberapa segi berikut.
1. Ketidaklengkapan unsur-unsurnya
Sebuah kalimat jika tidak lengkap unsur-unsurnya apalagi unsur tersebut seharusnya ada menjadi tidak berarti. Di dalam kalimat, terdapat minimal dua unsur, yaitu subjek dan predikat. Kalimat yang seharusnya memiliki unsur jabatan tersebut lalu secara tersurat tak terungkap membuat kalimat menjadi rancu.Contoh:
a.Dilengkapinya perpustakaan dengan koleksi buku remaja menjadikan bertambahnya para pengunjung perpustakaan sekolah.(Kalimat ini tidak menjelaskan siapa yang melengkapi perpustakaan. Artinya, kalimat ini tidak menyertakan siapa pelakunya atau subjek kalimatnya.)
b. Dengan bersemangat Pak guru menceritakan kepada anak-anak muridnya agar mereka dapat mengambil hikmah.Kedua kalimat ini juga janggal. Keterangan aspek seperti akan, belum, telah, masih, sedang, dan sebagainya tidak boleh disisipkan pada kata kerja pasif yang berupa ikatan erat antara subjek kata kerjanya.Perhatikan perbaikannya berikut ini:
c. Selanjutnya akan saya berikan kekurangannya setelah pekerjaan selesai.
d. Jadi, harus kita sukseskan pilkada tahun ini.

3. Penggunaan unsur-unsur kalimat yang berlebihan
Ketidakcermatan kalimat juga dapat dilihat dari penggunaan unsur kalimat yang berlebihan. Unsur yang berlebihan itu dapat berupa penggunaan kata yang sama artinya atau pemakaian kata tugas yang tidak perlu.Contoh:
a. Para ibu-ibu sedang mengikuti penyuluhan hidup sehat dan bersih.
b. Di dalam tubuhnya terdapat banyak virus-virus yang membahayakan.
c. Remaja harus mengetahui akan bahaya narkoba.
d. Bagi siswa yang mengisi acara pensi harap segera menghubungi panitia.
Kalimat pertama dan kedua berlebihan dalam hal pemakaian kata para dan banyak yang menunjukkan makna jamak. Maka, kata berikutnya tidak perlu diulang. Kalimat ketiga dan keempat tidak perlu memakai kata tugas akan dan bagi. Jadi, kalimat yang benar ialah:
a. Para ibu sedang mengikuti penyuluhan hidup sehat dan bersih.
b. Di dalam tubuhnya terdapat banyak virus yang membahayakan.
c. Remaja harus mengetahui bahaya narkoba.
d. Siswa yang mengisi acara pensi harap segera menghubungi panitia.

4. Pilihan kata tidak tepat
Ketidakefektifan atau ketidakcermatan penyusunan kalimat juga dapat disebabkan karena pilihan kata tidak tepat. Hal ini dapat dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari atau pengaruh bahasa asing. Selain itu, ketidakpahaman terhadap arti sebuah kata menyebabkan penggunaan kata tersebut tidak tepat.Contoh
a.Kepada yang pernah ke gunung ini pasti akan merasakan dinginnya udara di sini.
b.Kenikmatan mie buatannya menggemparkan warga sekitarnya.
c.Rumahnya besar sendiri dibandingkan rumah-rumah tetangganya.
Kalimat pertama terdapat ketidakcocokan antara kata pernah dan akan. Kata pernah menunjukkan sudah dilakukan, bertentangan dengan kata akan yang baru atau belum dialami. Seharusnya kata akan diganti dengan sudah. Kata depan kepada juga sebaiknya dihilangkan. Kalimat kedua ketidaktepatan pada kata menggemparkan. Kata ini berkonotasi negatif yang berarti membuat panik. Padahal kenikmatan adalah suatu kesenangan dan dalam hal ini berkaitan dengan urusan rasa. Maka, frasa yang tepat adalah membuat takjub. Kalimat ketiga kata besar sendiri dipengaruhi bahasa daerah gede dewe, yang tepat adalah paling besar. Jadi, perbaikannya
a. Mereka yang pernah ke gunung ini pasti sudah merasakan dinginnya udara di sini.
b. Kenikmatan mie buatannya membuat takjub warga sekitarnya.
c. Rumahnya paling besar dibandingkan dengan rumah-rumah tetangganya.

C. Kalimat yang Cermat, tetapi tidak Komunikatif
Kalimat yang disampaikan oleh pembicara secara lisan atau penulis secara tertulis mungkin saja telah sesuai dengan kaidah bahasa, namun jika penyampaiannya tidak lugas dan padat, dapat menyulitkan komunikan untuk memahaminya. Sebuah kalimat dapat saja penyusunannya sudah cermat tapi tidak komunikatif. Hal ini dapat terjadi karena hal-hal berikut ini.

1. Kalimat terlalu luas atau berbentuk kalimat majemuk kompleks
.Kalimat yang terlalu luas atau panjang dapat mengaburkan maksud yang sebenarnya dari kalimat tersebut. Meskipun penyusunannya tidak menyalahi kaidah gramatikal, namun karena kata yang dipergunakan banyak dan bercabang, dapat menyebabkan pesan yang dikandungnya jadi tidak dapat ditangkap secara utuh.:
a.. Karena dalam kurikulum itu bidang studi Bahasa Indonesia mendapat tempat yang teratas berdasarkan alokasi waktu yang disediakan untuk pelajaran Bahasa Indonesia, yaitu 8 jam pelajaran seminggu, sedangkan untuk bidang studi yang lain berkisar dari 2 sampai dengan 6 jam seminggu, pelajaran
b Bahasa Indonesia dianggap sangat penting dalam rangka mencapai pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, yaitu untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan.Bahasa Indonesia yang oleh Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 diakui sebagai bahasa nasional dipakai di seluruh Indonesia, di daerahdaerah yang berbeda-beda latar belakang kebahasaan, kebudayaan, kesukuan, dan di dalam lapisan masyarakat yang berbeda-beda pula latar belakang pendidikannya
Dua contoh kalimat di atas merupakan kalimat luas atau panjang karena terdapat klausa-klausa perluasan subjek dan predikat. Uraian kalimat yang terlalu luas itu sulit dicerna jika disampaikan secara lisan, dan juga harus dibaca lebih dari sekali untuk memahaminya dalam bentuk tulisan. Kalimat dapat diperpendek agar lebih mudah dan cepat dipahami dalam bentuk berikut ini.
a. Dalam kurikulum itu, bidang studi Bahasa Indonesia mendapat tempat teratas, yaitu 8 jam pelajaran seminggu, sedangkan untuk bidang studi yang lain berkisar 2 sampai 6 jam seminggu. Karena itu, pelajaran Bahasa Indonesia dianggap penting dalam rangka mencapai pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, yaitu untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan
b. .Bahasa Indonesia yang dalam sumpah Pemuda telah diakui sebagai bahasa nasional dipakai di seluruh Indonesia yang memiliki keragaman bahasa, budaya, suku, dan lapisan masyarakat yang berbeda-beda latar belakang pendidikannya.

2. Kalimat yang terperinci namun pengertiannya secara umum sudah diketahui
Kalimat yang cenderung panjang kemungkinan dibebani dengan penjelasan yang harus terperinci. Namun, adakalanya kalimat dapat panjang karena menggunakan keterangan yang tidak perlu. Keterangan tersebut secara umum sudah diketahui oleh pendengar atau pembaca. Dengan kata lain, penjelasan tersebut dapat diganti dengan kata yang sepadan tetapi lebih hemat.Contoh:
a. Hari ini, Rudi menggunakan baju dengan kerah pendek yang biasa orang pakai untuk salat di masjid.
b. Andi memasukkan angin ke dalam ban sepeda agar ban itu kembali dapat dijalankan.
Kalimat di atas terlalu panjang dan tidak efektif. Kedua kalimat di atas dapat diganti dengan kalimat berikut.
a. Hari ini, Rudi memakai baju koko.
b. Andi memompa ban sepedanya agar dapat jalan lagi.

3. Kalimat tidak logis
Kalimat yang disampaikan secara cermat juga dapat tidak komunikatif karena tidak logis. Kalimat seperti ini dapat menyebabkan salah penafsiran sehingga menimbulkan pemahaman dan tanggapan yang berbeda.Contoh:
a. Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
b. Pemenang terbaik ke-2 akan mendapatkan voucher belanja seharga 2 juta rupiah.
Kalimat pertama memang tidak logis karena tidak mungkin dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat membuat karya tulis selesai. Kalimat kedua tidak logisnya pada kata terbaik. Makna kata terbaik adalah paling baik, jadi tidak ada terbaik kedua. Kalimat di atas dapat diperbaiki menjadi:a. Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena karya tulis ini dapat penulis selesaikan. Atau Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. b.Pemenangke-2akan mendapatkan voucher belanja seharga 2 juta rupiah.

D. Menggunakan Kalimat yang Efektif dan Santun
Dalam komunikasi, bukan hanya penyampaian kalimat yang efektif dan komunikatif yang harus diperhatikan, tetapi juga kesantunan dalam berbahasa. Kalimat yang santun lebih ditujukan untuk penghormatan kepada mitra bicara atau komunikan. Penyampaian kalimat memang harus tetap efektif, cermat, dan komunikatif juga bernilai rasa bagus dan santun. Untuk menyampaikan kalimat yang santun, harus dipertimbangkan pula penggunaan kosakata baku dan pilihan kata yang sewajarnya serta tidak berkonotasi kurang baik. Dengan kalimat yang efektif dan santun, tanggapan yang muncul dari mitra komunikasi juga akan berkesan baik..
Perhatikanlah contoh kalimat di bawah ini
.1a. Agar kami dapat memberikan nilai pada pekerjaan Saudara, kami perlu data pribadi Saudara.
Bandingkan dengan:
1b. Agar kami dapat mengevaluasi pekerjaan Saudara, kami membutuhkan data pribadi Saudara.2a. Yang kami tahu selama ini, belum ada siswa yang dikeluarkan karena kasus narkoba.
Bandingkan dengan
2b. Sepengetahuan kami, belum ada siswa yang dikeluarkan karena kasus narkoba.
3a. Setelah membaca surat Saudara tertanggal 4 Juli 2007 dengan nomor surat 122/PC-3/2007, maka kami kirimkan surat balasan...
Bandingkan dengan:
3b. Menjawab surat Saudara tertanggal 4 Juli 2007, Nomor 122/PC-03/2007, kami sampaikan bahwa...
4a. Untuk menyambut tamu yang kita hormati, kami harap hadirin berdiri.
Bandingkan dengan:
4b. Untuk menyambut tamu kehormatan kita, kami mohon kesediaan hadirin untuk berdiri.
5a. Kami ucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kelalaian kami tersebut.Bandingkan dengan:
5b. Kami menyampaikan permohonan maaf atas kelalaian kami tersebut.
Kalimat b lebih terasa santun daripada kalimat a.
TUGAS KELOMPOK:
1. Bacalah wacana di awal bab. Carilah kalimat yang tidak baik dan tidak efektif, jelaskan di mana kesalahannya dan perbaikilah.
2. Buatlah kelompok sebanyak empat orang, lalu susunlah sebuah dialog atau percakapan dengan menggunakan kalimat yang komunikatif, cermat, dan santun. Topik pembicaraan ditentukan terlebih dahulu. Kemudian, praktikkanlah percakapan tersebut secara lisan di depan kelas. Kelompok lain mengamati dan memberi komentar.

BAB 8
MENGGUNAKAN KALIMAT DENGAN JELAS, LANCAR,
BERNALAR DAN WAJAR

A. Tekanan, Intonasi, Nada, Irama, dan Jeda
Pada pelajaran–pelajaran terdahulu telah dibahas mengenai unsur bunyi, lafal, intonasi, dan jeda. Pada bab ini akan disinggung kembali tentang lafal, intonasi, nada, irama, dan jeda yang berkaitan dengan cara menggunakan kalimat dengan jelas ,lancar, bernalar, dan wajar.
Penggunaan kalimat secara lisan dituntut kejelasan dan kelancaran. Jelas dalam pengucapan dan lancar dalam penyampaian. Untuk membuat kalimat menjadi jelas dan lancar sehingga dapat dipahami dengan baik oleh pendengar, perlu dicermati cara pengucapan kalimat berdasarkan tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda yang tepat.
Tekanan berhubungan dengan keras lembutnya ucapan. Biasanya digunakan untuk menunjukkan bagian kalimat yang ditonjolkan atau dipentingkan. Pengucapannya dapat didukung oleh ekspresi atau mimik wajah yang serius. Contoh :
1. Dia telah pergi ke luar negeri kemarin.(yang dipentingkan adalah aspek waktu kemarin bukan sekarang atau besok)
2. Dia telah pergi ke luar negeri kemarin.(yang dipentingkan adalah aspek tempat ke luar negeri, bukan ke tempat yang lain)
3. Dia telah pergi ke luar negeri kemarin.(yang dipentingkan adalah aspek predikat, yaitu telah pergi bukan baru tiba atau pulang)
4. Dia telah pergi ke luar negeri kemarin.(yang pentingkan adalah aspek pelaku, yaitu dia bukan saya atau Anda)
Intonasi berkaitan dengan naik-turunnya pengucapan kalimat. Intonasi ditandai dengan lambang titinada 1, 2, 3, dan 4. Angka 1 menunjukkan titinada terendah dan angka 4 menunjukkan titinada tertinggi. Satu kalimat dapat diungkapkan dalam beberapa maksud sesuai dengan intonasi pengucapannya.

Penggunaan irama berkaitan dengan panjang pendeknya pengucapan. Irama berhubungan dengan tempo bicara. Tempo bicara juga dapat ditentukan oleh suasana hati pembicara. Tempo bicara yang cepat sering menandakan
suasana hati yang riang atau serius namun dapat juga suasana marah. Tempo diperlambat saat menegaskan suatu hal yang dianggap penting, sedangkan tempo pengucapan yang pendek atau terpatah-patah mengesankan suasana panik atau gugup. Pengucapan dengan irama akhir yang panjang biasanya digunakan untuk kalimat interjeksi atau seruan, seperti memanggil, takjub, keheranan, atau kesakitan termasuk juga ucapan pertanyaan dengan nada kaget atau tidak yakin.
Penggunaan intonasi, nada, dan irama yang bervariasi terjadi pada percakapan atau dialog, seperti percakapan lewat pesawat telepon yang tidak berhadapan dan tidak melihat langsung pembicaranya. Saat bicara, intonasi menjadi hal yang penting untuk menyampaikan maksud perkataan. Demikian pula dalam dialog drama, pengucapan kalimat selalu didukung oleh tekanan, intonasi, nada, dan irama yang tepat selain ekspresi dan gerakan sehingga dialog hidup dan dipahami oleh penontonnya
.Contoh dialog drama:

.”Diam semua. Tiba-tiba meledak tawa mereka bersama-sama.


Di samping tekanan, intonasi, nada, dan irama, unsur suprasegmental yang perlu diperhatikan dalam berbicara khususnya pengucapan kalimat ialah jeda atau penghentian. Jeda berfungsi menandakan batasan kalimat. Dalam tulisan, jeda ditandai dengan spasi atau tanda baca titik (.), koma (,), garis miring (/), atau tanda pagar (#). Jeda juga dapat digunakan untuk membuat sebuah kalimat panjang menjadi dua kalimat pendek tanpa mengubah pengertian.
Contoh :
Perampokan serta pembunuhan terjadi di rumah seorang pengusaha karpet yang membuat gempar penduduk sekitarnya. Perampokan serta pembunuhan terjadi di rumah seorang pengusaha karpet. Kejadian itu membuat gempar penduduk sekitarnya. Dalam bahasa lisan, aspek yang menjadi unsur gramatikal cenderung tersirat. Faktor pendukung yang digunakan adalah pola tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda selain ekspresi dan gerakan. Penggunaan tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda yang tepat membuat kalimat yang diucapkan mudah dipahami serta terhindar dari kesalahpahaman atau salah nalar. Pengucapan kalimat dengan tekanan, intonasi, nada, dan irama serta jeda yang tepat sesuai maksud yang ingin diungkapkan membuat kalimat menjadi jelas, lancar, bernalar, dan wajar.

B. Membaca Indah
Kata-kata yang indah merupakan ciri laras bahasa sastra. Yang termasuk sastra ialah prosa, puisi, dan drama. Ketiga bentuk sastra tersebut tidak saja dapat dibaca untuk diri sendiri, tapi juga dibacakan untuk orang lain atau dipertunjukkan. Selain pementasan drama, banyak akhir-akhir ini yang mengadakan acara pembacaan puisi atau cerpen.
Di samping dibutuhkan penghayatan terhadap isi atau kandungan karya sastra, pembacaan karya sastra juga perlu memahami tokoh, watak, gaya bahasa, dan maksud setiap ucapan tokohnya dalam percakapan atau dialog.
Saat membacakan percakapan atau dialog penggunaan tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda harus diperhatikan. Penggunaan tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda yang tepat membuat pendengar dapat menikmati pembacaan karya sastra dengan memahami jalan cerita serta unsur-unsur intrinsiknya seperti tema, tokoh, watak tokoh, setting, amanah, sudut pandang, dan gaya bahasa.
Khusus karya sastra berbentuk puisi, pembacaannya harus memerhatikan unsur-unsur pembangun puisi, misalnya diksi (pilihan kata), gaya bahasa, tipografi, persajakan (rima), dan pencitraan. Di dalam puisi, tokoh biasanya tersembunyi sehingga pembaca puisi harus memahami terlebih dahulu tema puisi dan pesan yang ingin diungkapkan dalam puisi tersebut. Tema dan kandungan isi dapat ditelaah lewat judul, pilihan kata, dan simbol-simbol yang digunakan pada puisi. Pemakaian kata dalam puisi tidak sepenuhnya bermakna denotasi, tapi dapat bermakna konotasi atau kias. Kata-kata bermakna kias atau idiom serta bentuk ungkapan metaforis lainnya harus dipahami terlebih dahulu. Pemahaman terhadap isi puisi dan kata-kata yang digunakan, mendorong seseorang untuk terampil memberikan tekanan, intonasi, nada, dan irama pada pembacaan setiap larik puisi. Demikian pula pada kata atau kelompok kata yang merupakan kesatuan arti, pembaca dituntut berhati-hati dalam memberikan jeda atau penghentian sehingga tidak mengaburkan arti.
Berikut ini, hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum membaca puisi.
1. Bacalah secara keseluruhan puisi tersebut untuk menangkap kandungan maknanya secara umum.
2. Pahami maksud dari setiap lirik.
3. Pahami suasana puisi yaitu, haru, kecewa, semangat, dan sedih.
4. Perhatikan rima persamaan bunyi.
5. Perhatikan perulangan kata yang ada bentuk repetisi.
6. Berikan tanda jeda pada kata-kata, frasa, atau klausa yang mengandung kesatuan arti.
7. Berikan aksen pada kata yang diulang.
8. Perhatikan kata-kata yang bermakna kias.Contoh penandaan aksentuasi pada puisi :



(DCD, 1959 : 13)
C. Membaca Teks Pengumuman
Teks pengumuman bersifat informatif, artinya apa yang ada dalam teks pengumuman harus diketahui oleh khalayak yang dituju. Oleh karena itu, dalam membacakan pengumuman, tidak boleh asal membaca agar isi pengumuman dapat dipahami. Penggunaan tekanan, intonasi, dan lainnya juga perlu diperhatikan. Biasanya ada bagian-bagian isi pengumuman yang wajib diketahui dan dimengerti oleh pendengar. Bagian penting ini dibacakan dengan tekanan keras, tempo lambat, dan intonasi yang jelas. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca pengumuman adalah sebagai berikut.
1. Membacakannya dengan suara yang cukup terdengar oleh pendengar.
2. Kata Pengumuman yang biasanya ditulis sentering diberikan aksen pada awal dan suku akhirnya.
3. Kata atau frasa yang menjadi hal penting diberikan aksen (tekanan)
4. Perincian dibaca dengan tempo yang lebih lembut
5. Kalimat yang panjang dibaca per frasa atau klausa
6.Perhatikan tanda baca seperti tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik dua (:), tanda titik koma (;), dan sebagainya.
7.Dalam setiap frasa atau klausa yang biasanya dijeda karena tedapat tanda koma (,) diberi aksen menaik atau diucapkan lebih panjang. Contoh : Siswa yang akan mendaftar ,.....
:Contoh : PENGUMUMAN

Membaca pidato tidak jauh berbeda dengan membaca teks pengumuman. Pada dasarnya, pengucapannya diupayakan jelas, lancar, dan wajar.

TUGAS MANDIRI:
1.Bacalah puisi dan teks pengumuman di atas dengan artikulasi dan intonasi yang benar. Lalu, mintalah teman Anda mengomentarinya.
2.Carilah sebuah teks pidato singkat, kemudian bacalah teks tersebut dengan pola tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda yang tepat. Mintalah guru untuk menilainya.

BAB 9
MENULIS DENGAN MEMANFAATKAN KATAGORI/ KELAS KATA

A. Kelas Kata
Kata merupakan unsur utama dalam membentuk kalimat. Selain bentuk dasarnya, kata juga dapat dibentuk melalui proses morfologis, yaitu afiksasi (pengimbuhan), reduplikasi (perulangan), dan komposisi (penggambungan) untuk menyampaikan maksud yang terkandung di dalam kalimat. Dalam kalimat, kata memiliki kedudukan atau jabatan seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan.
Dalam kaitannya dengan jabatan di dalam kalimat dan hubungannya dengan fungsi serta makna yang ditunjukkannya, kata dikategorikan ke dalam kelas kata. Dalam perkembangan tata bahasa Indonesia, terdapat banyak rumusan tentang kelas kata oleh para ahli bahasa. Namun secara umum, kelas kata terbagi menjadi berikut ini.
1. Kata kerja (verba)
2. Kata sifat (adjektiva)
3. Kata keterangan (adverbia)
4. Kata benda (nomina), kata ganti (pronomina), kata bilangan (numeralia)
5. Kelompok kata tugas ialah :
1. Kata Sandang (artikel), 2. Kata Depan (preposisi), 3. Kata Hubung (konjungsi) 4. Partikel, 5. Kata Seru (interjeksi),

1. Kata Kerja (Verba)
Kata kerja atau verba adalah kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan, proses, dan keadaan yang bukan merupakan sifat. Kata kerja pada umumnya berfungsi sebagai predikat dalam kalimat.
Ciri kata kerja:
1. Dapat diberi aspek waktu, seperti akan, sedang, dan telah Contoh: akan mandi, akan tidur, sedang makan, telah pulang
2. Dapat diingkari dengan kata tidak Contoh: tidak makan, tidak tidur.
3. Dapat diikuti oleh gabungan kata dengan + KB/KS Contoh: Pergi dengan adik, menulis dengan cepat.
Macam-macam kata kerja (verba):
a. Verba dasar bebas, seperti: duduk, makan, mandi, minum, pergi, pulang, tidur
b. Verba turunan, terdiri atas:
1. Verba berafiks: Contoh: ajari, bernyanyi, bertaburan.
2. Verba bereduplikasi:Contoh: bangun-bangun, ingat-ingat, makan-makan, marah-marah.
c. Verba berproses gabung:Contoh: bernyanyi-nyanyi, tersenyum-senyum, makan-makan.
d. Verba majemuk : Contoh: cuci mata, campur tangan, unjuk gigi.

2. Kata Sifat (Adjektiva)
Kata sifat atau adjektiva adalah kata yang menerangkan sifat, keadaan watak, dan tabiat orang/binatang/ benda. Kata sifat umumnya berfungsi sebagai predikat, objek dan penjelas subjek.
Ciri-ciri kata sifat:
1. Dapat diberi keterangan pembanding lebih, kurang, dan paling Contoh: lebih indah, kurang bagus, paling kaya.
2. Dapat diberi keterangan penguat: sangat, amat, benar, terlalu, dan sekali Contoh: sangat senang, amat keras, mahal benar, terlalu berat, sedikit sekali.
3. Dapat diingkari dengan kata tidakContoh: tidak benar, tidak halus, tidak sehat, dan sebagainya

Macam-macam adjektiva:
a. Ajektiva dasar, seperti adil, afdol, bangga, baru, cemas, disiplin, anggun, bengkak.
b. Adjektiva turunan terdiri atas:
1. adjektiva berafiks contoh: terhormat, terindah, kesakitan, kesepian, keinggris-inggrisan.
2. adjektiva bereduplikasi:contoh: muda-muda, elok-elok, cantik-cantik.
3. adjektiva berafiks: -wi, -iah contoh: abadi, duniawi, insani, ilmiah, rohaniah, surgawi.
c. Adjektiva deverbalisasi, misalnya: melengking, terkejut, menggembirakan, meluap.
d. Adjektiva denominalisasi, misalnya: berapi-api, berbudi, budiman, kesatria, berbusa, dan lain-lain
e. Adjektiva de-adverbialisasi, misalnya : bersungguh-sungguh, berkurang, bertambah.
f. Adjektiva denumeralia, misalnya: manunggal, mendua, menyeluruh.
g. Adjektiva de-interjeksi, misalnya: aduhai, sip, asoy.
h. Adjektiva majemuk, misalnya: panjang tangan, buta huruf, lupa daratan, tinggi hati.
i. Adjektiva eksesif (berlebih-lebihan), misalnya alangkah gagahnya, bukan main kuatnya, Maha kuasa.

3. Kata Keterangan (Adverbia)
Kata keterangan atau adverbia adalah kata yang memberi keterangan pada verba, adjektiva, nomina predikatif, atau kalimat.
Macam-macam adverbia:
a. Adverbia dasar bebas, misalnya: alangkah, agak, akan, amat, nian, niscaya, tidak, paling, pernah, pula, saja, saling.
b. Adverbia turunan terbagi atas:
1. Adverbia reduplikasi, misalnya: agak-agak, lagi-lagi, lebih-lebih, paling-paling.
2. Adverbia gabungan, misalnya: belum boleh, belum pernah, atau tidak mungkin.
3. Adverbia yang berasal dari berbagai kelas, misalnya: terlampau, agaknya, harusnya, sebaiknya, sebenarnya, secepat-cepatnya.
4. Kata Benda (Nomina), Kata Ganti (Pronomina), Kata Bilangan (Numeralia)
a. Kata Benda (Nomina)
Kata benda atau nomina adalah kata yang mengacu kepada sesuatu benda (konkret maupun abstrak). Kata benda berfungsi sebagai subjek, objek, pelengkap, dan keterangan.

Ciri-ciri kata benda:
1. Dapat diingkari dengan kata bukan Contoh : bukan gula, bukan rumah, bukan mimpi, bukan pengetahuan.
2. Dapat diikuti dengan gabungan kata yang + KS (kata sifat) atau yang sangat + KS Contoh : buku yang mahal, pengetahuan yang sangat penting, orang yang baik.

Macam-macam nomina:
a. Nomina bernyawa, misalnya: Umar, Abdullah, nenek, nona, ayah, kerbau, ayam.
b. Nomina tak bernyawa, misalnya: nama lembaga, hari, waktu, daerah, bahasa.
c. Nomina terbilang, misalnya: kantor, rumah, orang, buku.
d. Nomina tak terbilang, misalnya: udara, kebersihan, kemanusiaan.
e. Nomina kolektif, misalnya: cairan, asinan, buah-buahan, kelompok.
f. Nomina ukuran, misalnya: pucuk, genggam, batang, kilogram, inci.
g. Nomina dari proses nominalisasi, misalnya: keadilan, kenaikan, pembicara, pemotong, anjuran, simpulan, pengumuman, pemberontakan.
h. Nominalisasi dengan si dan sang, misalnya: si kecil, si manis, sang kancil, sang dewi.
i. Nominalisasi dengan yang, misalnya: yang lari, yang berbaju, yang cantik.

b. Kata Ganti (Pronomina)
Kata ganti atau pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu pada nomina lain. Pronomina berfungsi untuk mengganti kata benda atau nomina.

Macam-macam pronomina:
Ada tiga macam pronomina dalam bahasa Indonesia, yakni (1) pronomina persona, (2) pronomina penunjuk (3) pronomina penanya.
1. Pronomina Persona
a). Pronomina reduplikasi, misalnya: kita-kita, dia-dia, dan beliau-beliau.
b). Pronomina berbentuk frasa, misalnya: kamu sekalian, aku ini, dia itu.
c). Pronomina takrif, terbatas pada pronomina persona (orang) misalnya:
(a). Pronomina persona I (kata ganti orang I) : saya, aku (tunggal), dan kami, kita (jamak),
(b). Pronomina persona II (kata ganti orang II) : kamu, engkau, Anda (tunggal), dan kalian, Anda sekalian (jamak),
©. Pronomina persona III (kata ganti orang III) : ia, dia, beliau (tunggal), dan mereka (jamak),
d). Pronomina tak takrif, tidak menunjuk pada orang atau benda tertentu, misalnya : sesuatu, seseorang, barang siapa, siapa, apa-apa, anu, dan masing-masing sendiri.

2. Pronomina Penunjuk
Pronomina Penunjuk dalam bahasa Indonesia ada tiga macam.
(a). Pronomina penunjuk umum: ini, itu, dan anu.
(b) Pronomina penunjuk tempat: sini, situ, atau sana.
(c) Pronomina penunjuk ihwal: begini dan begitu.

3. Pronomina Penanya
Pronomina penanya adalah pronomina yang dipakai sebagai pemarkah pertanyaan. Contoh: siapa, apa, mana, mengapa, kapan, dimana, bagaimana, dan berapa.


c. Kata Bilangan (Numeralia)
Kata bilangan atau numeralia adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya orang, binatang, dan benda.
a). Numeralia utama (kardinal), terdiri atas:
(a). Bilangan penuh, misalnya: satu, dua, tiga, puluh, ribu, juta.
(b). Bilangan pecahan, misalnya: sepertiga, duapertiga, lima perenam.
©. Bilangan gugus, misalnya: selikur (21), lusin, gros, kodi, atau ton.
b). Numeralia tingkat, yaitu numeralia yang menunjukkan urutan atau struktur Misalnya: pertama, kesatu, kedua, keempat, ketiga belas.
c). Numeralia kolektif, numeralia yang terbentuk oleh afiksasi, misalnya : ketiga (ke + Num), ribuan, ratusan (Num + an), beratus-ratus, dan bertahun-tahun (ber + Num)

5. Kelompok Kata Tugas
Kata tugas terdiri atas:
a. Kata Sandang (Artikel)
Kata sandang atau artikel adalah kata yang mendampingi kata benda atau yang membatasi makna jumlah orang atau benda.
Macam-macam artikel:
a). Artikula/artikel bermakna tunggal, misalnya: sang guru, sang suami, sang juara. b). Artikula/artikel bermakna jamak, misalnya: para petani, para guru, para ilmuwan. c). Artikula/artikel bermakna netral, misalnya: si hitam manis, si dia, si terhukum. d). Artikula/artikel bermakna khusus, misalnya: Sri Baginda, Sri Ratu, Sri Paus (gelar kehormatan), Hang Tuah, dan Dang Halimah (panggilan pria dan wanita dalam sastra lama)

b. Kata Depan (Preposisi)
Kata depan atau preposisi adalah kata yang selalu berada di depan kata benda, kata sifat, atau kata kerja untuk membentuk gabungan kata depan (frasa preposisional).
a). Preposisi dasar, misalnya: di , ke, dari, akan, antara, kecuali, bagi, dalam, daripada, tentang, pada, tanpa, untuk, demi, atas, depan, dekat. b). Preposisi turunan, terdiri atas: (a). gabungan preposisi dan preposisi, misalnya : di depan, ke belakang, dari muka. (b). gabungan preposisi + preposisi + non-preposisi, misalnya : di atas rumah, dari tengah-tengah kerumunan. ©. gabungan preposisi + kelas kata + preposisi + kelas kata, misalnya dari rumah ke jalan, dari Bogor sampai Jakarta, dari pagi hingga petang. c). Preposisi yang menunjukkan ruang lingkup, misalnya sekeliling, sekitar, sepanjang, seputar.

c. Kata Hubung (Konjungsi)
Kata hubung atau konjungsi adalah kata yang berfungsi menghubungkan dua kata atau dua kalimat.
Macam-macam konjungsi:
a). Konjungsi penambahan, misalnya: dan, dan lagi, tambahan lagi, lagi pula. b). Konjungsi urutan, misalnya: lalu, lantas, kemudian, setelah itu. c). Konjungsi pilihan, misalnya: atau d). Konjungsi perlawanan, misalnya: tetapi, sedangkan, namun, sebaliknya, padahal. e). Konjungsi menyatakan waktu, misalnya: ketika, sejak, saat, dan lain-lain f). Konjungsi sebab-akibat, misalnya: sebab, karena, karena itu, akibatnya dan lain-lain g). Konjungsi persyaratan, misalnya: asalkan, jikalau, kalau, dan lain-lain h). Konjungsi pengandaian, misalnya: andaikata, andaikan, seandainya, seumpamanya. i). Konjungsi harapan/tujuan, misalnya: agar, supaya, hingga. j). Konjungsi perluasan, misalnya: yang k). Konjungsi pengantar objek, misalnya: bahwa l). Konjungsi penegasan, misalnya: bahkan dan malahan m). Konjungsi pengantar wacana, misalnya: adapun, maka, jadi.

d. Partikel
Partikel adalah kategori atau unsur yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan sebuah kalimat dalam komunikasi. Unsur ini digunakan dalam kalimat tanya, perintah dan pernyataan (berita).
Macam-macam partikel: a). kah, misalnya: Apakah Bapak Ahmadi sudah datang? b). kan, misalnya: Tadi kan sudah dikasih tahu! c). deh, misalnya: Makan deh, jangan malu-malu. d). lah, misalnya: Tidurlah hari sudah malam! e). dong, misalnya: Bagi dong kuenya. f). kek, misalnya: cepetan kek, lama sekali. g). pun, misalnya: Membaca pun ia tak bisa. h). toh, misalnya: Saya toh tidak merasa bersalah. i). yah, misalnya: Yah, apa aku bisa melakukannya?

e. Kata Seru (Interjeksi)
Kata seru atau interjeksi adalah kata tugas yang dipakai untuk mengungkapkan seruan hati atau berbagai ungkapan perasaan.
Macam-macam interjeksi :
a). Seruan atau panggilan, misalnya: hai, ayo, halo, wahai. b). Keheranan atau kekaguman, misalnya: aduhai, amboi, astaga, wah. c). Kesakitan, misalnya: aduh d). Kekecewaan atau kekesalan, misalnya: uh, brengsek, buset, yaa. e). Kekagetan, misalnya: lho, masya Allah, Astagfirullah, ya Gusti. f). Kelegaan, misalnya: Alhamdulillah, nah, syukurlah. g). Kejijikan, misalnya: bah, cih, cis, hii, idih, ih.

B. Frasa dan Macamnya
Frasa adalah bagian kalimat yang terbentuk dari dua kata atau lebih yang hanya menduduki satu fungsi atau jabatan di dalam kalimat. Di dalam kalimat terdapat subjek (S), predikat (P), objek (O), keterangan (K), dan pelengkap (pel).
Contoh : Dokter membaca buku (S P O), Dokter muda sedang membaca buku cerita (S P O), Dokter muda ganteng sedang asyik membaca buku cerita komik (S P O)
Pada contoh di atas, kata dokter dapat diperluas menjadi dokter muda, dokter muda ganteng, tapi tetap menduduki satu fungsi di dalam kalimat yaitu, subjek. Demikian pula dengan membaca, diperluas menjadi sedang membaca dan sedang asyik membaca tetap berkedudukan sebagai predikat Begitu juga pada kata buku, diperluas menjadi buku cerita dan buku cerita komik tetap berkedudukan sebagai objek.
Frasa dibedakan atas:
1. Frasa nominal: frasa yang unsur pusatnya kata benda.Contoh : - kamar anak, buku gambar
2. Frasa verbal: frasa yang unsur pusatnya kata kerja. Contoh : - sedang tidur, telah belajar
3. Frasa adjektival: frasa yang unsur pusatnya kata sifat. Contoh: - cukup pintar, agat lambat
4. Frasa adverbial: frasa yang unsur pusatnya kata keterangan. Contoh: - pagi sekali, sangat tekun
5. Frasa preposisional (kata depan): frasa yang terdiri dari unsur kata depan dan kata benda. Contoh:di kota, dari kantor,

 C. Memanfaatkan Kelas Kata dalam Menyusun Perincian pada Kalimat
Sering kita menemukan kalimat yang kurang efektif. Apalagi kalimat tersebut berbentuk kalimat majemuk yang menggunakan banyak unsur keterangan atau berbentuk perincian. Untuk menyusun kalimat seperti ini dan agar mudah dipahami, kita harus berpedoman pada ciri kalimat efektif.
Ciri-ciri kalimat efektif antara lain adalah adanya kesejajaran bentukan kata dan penghematan dalam penggunaan kata. Yang dimaksud dengan kesejajaran adalah kesamaan pilihan bentukan kata pada kalimat luas yang berisi perincian. Jika bentukan kata pertama berupa kata benda (nomina), kata berikutnya harus berbentuk kata benda. Jika kata pertamanya berbentuk kata kerja (verba), kata berikutnya dan seterusnya berbentuk kata kerja. Pemahaman terhadap kelas kata dapat memudahkan kita menyusun kalimat yang berisi pemerian agar tetap efektif. Contoh:
1.a. Proses pendaftaran masuk SLTA dari SLTP dimulai dengan diserahkannya tanda kelulusan lalu mengambil dan mengisi formulir dan tinggal mengamati hasilnya setiap hari.
Menjadi:
1.b Proses pendaftaran masuk SLTA dimulai dengan penyerahan tanda kelulusan dari SLTP, lalu pengambilan serta pengisian formulir, dan pengamatan pada pengumuman hasilnya setiap hari.
2.a. Kamu boleh tinggal di rumah ini dengan sewanya dibayar setiap bulan atau kaubisa membelinya dengan harga yang telah disepakati.
Menjadi:
2.b. Kamu boleh menempati rumah ini dengan membayar sewanya setiap bulan atau kaudapat membelinya dengan harga yang telah disepakati.
3.a. Hati-hati berbelanja di mall, sering terjadi kecopetan, penodongan, dan perampokan.
Menjadi:
3.b. Hati-hati berbelanja di mall, sering terjadi pencopetan, penodongan, dan perampokan.
4.a. Untuk menjadi siswa teladan, seseorang dituntut rajin, tekun, tidak ceroboh dan tak mudah putus asa.
Menjadi:
4.b. Untuk menjadi siswa teladan, seseorang dituntut rajin, tekun, teliti, danoptimis.
Selain kesejajaran, dalam menyusun kalimat efektif juga diperlukan kehematan penggunaan kata. Kata-kata yang sama dan diulang-ulang dapat dibuang atau diganti dengan kata yang sejenis dan semakna sepanjang tidak mengubah pengertiannya. Umpamanya, untuk menghemat pengulangan nama orang/kita dapat menggunakan bentuk pronomina persona (kata ganti orang).
Contoh :
Pak Muhidin beserta anaknya tak dapat lagi berjualan di pinggir jalan protokol setelah barang dagangan Pak Muhidin dan anaknya terkena razia petugas. Pak Muhidin tidak putus asa bersama anaknya, penjual pakaian jadi itu berjualan keliling kampung.
Menjadi:
Pak Muhidin beserta anaknya tak bisa lagi berjualan di pinggir jalan protokol setelah dagangan mereka terkena razia petugas pamong praja. Ia tidak putus asa. Bersama anaknya, ia berjualan pakaian jadi keliling kampung.

TUGAS MANDIRI:
1. Bacalah wacana di awal bab ini. Daftarkanlah kelas kata yang terdapat dalam bacaan tersebut.
2. Carilah kalimat yang berisi perincian, koreksilah. Jika kurang efektif perbaikilah dengan memanfaatkan kelas kata.
3. Buatlah dua kalimat yang berisi perincian dengan memerhatikan kesejajaran dan kehematan penggunaan katanya.

BAB 10
MEMBUAT BERBAGAI TEKS TERTULIS
DALAM KONTEKS BERMASYARAKAT

A. Perencanaan Membuat Karangan
1. Tema dan Topik Karangan
Sebelum melakukan penulisan, setiap orang pasti sudah memikirkan apa yang ingin ditulisnya. Tentu hal-hal yang akan ditulis berhubungan dengan segala yang telah diketahui. Jika hal tersebut merupakan hal yang baru, maka setidaknya ia akan mengaitkan hal yang ingin ditulis dan hal yang telah diketahuinya atau ia akan mengumpulkan bahan-bahan informasi yang berhubungan dengan sesuatu yang ingin ditulis.
Apa yang ingin ditulis sebelum seseorang menulis karangan merupakan sesuatu yang menjadi dasar atau pedoman dalam menulis atau mengembangkan karangannya. Sesuatu yang ingin ditulis itu merupakan sebuah ide atau gagasan yang merupakan pijakan dasar mengenai apa karangan tersebut. Hal yang menjadi dasar karangan itu disebut dengan tema.
Tema memang merupakan unsur terpenting yang harus ada sebelum mengarang. Dalam banyak teori mengarang, menentukan tema karangan merupakan langkah pertama dalam merencanakan membuat karangan.
Setelah menentukan hal yang ingin ditulis, langkah selanjutnya adalah memerinci tema karangan menjadi pokok-pokok pikiran yang lebih khusus. Pokok-pokok pikiran ini menjabarkan tema karangan. Pokok-pokok pikiran itu disebut dengan topik karangan atau gagasan pokok. Topiktopik ini disusun dan dirumuskan untuk masing-masing dikembangkan menjadi paragraf-paragraf. Topik yang masih umum dapat dijabarkan lebih terperinci lagi menjadi subtopik. Semua unsur itu disusun secara vertikal.
Susunan ini disebut dengan kerangka karangan.

2. Tujuan
Selain menetapkan tema dan menyusun topik karangan, penulis juga harus merumuskan tujuan. Tujuan karangan merupakan maksud penulis atau pengarang dalam mengarang. Tujuan dapat berkaitan dengan bentuk karangan yang akan dibuat. Banyak hal yang dapat dijadikan tujuan, misalnya tujuan memberi informasi kepada pembaca, bentuk karangannya bersifat ekspositoris. Tujuan menggugah dan menghimbau, karangannya dapat berjenis persuasi dan sebagainya.
Contoh tujuan pada karangan berbentuk narasi:
Tema : Kisah usaha seorang kakak untuk membelikan adiknya boneka dari hasil menyemir sepatu.
Tujuan : Menggugah simpati pembaca untuk ikut memikirkan betapa susahnya hidup orang tak mampu tapi tetap
menyayangi saudaranya.
Contoh tujuan pada karangan argumentasi:
Tema : Bahaya kecanduan rokok
Tujuan : Menggugah orang yang terbiasa merokok agar mengurangi kebiasaan merokok

3. Judul
Setiap tulisan atau karangan selalu mempunyai judul. Judul di dalam sebuah karangan merupakan unsur yang penting. Seringkali seorang ingin membaca sebuah karangan karena judulnya menarik. Oleh sebab itu, dalam menentukan judul, diusahakan judul karangan enak dibaca, mudah diucapkan, dan mudah diingat.
Judul sebuah karangan tidak perlu panjang. Judul yang terlalu panjang membuat pembaca sulit mengingatnya. Judul yang dibuat atau dipilih harus memiliki daya tarik untuk mendorong orang membaca karangan tersebut. Judul dapat berbentuk pertanyaan atau seruan, misalnya:
Sudah Sukseskah Anda?
Narkoba? No Way!
dan sebagainya
Penulisan judul harus sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital, kecuali kata depan atau kata tugas yang berada di tengah. Kata tugas yang berada di awal kalimat judul ditulis dengan huruf kapital.
Contoh hubungan antara tema, topik, tujuan, dan judul dalam perencanaan membuat karangan:
Tema : Perpustakaan sekolah
Topik : - Perpustakaan sekolah
Sebagai sumber belajar
Memanfaatkan perpustakaan sekolah
Perpustakaan sekolah sarana berkumpul
Judul :
Ngerumpi Positif di Perpus, yah !
Menggali Ilmu di Perpustakaan
Perpustakaan Solusi Cerdas
Tujuan : - Memotivasi siswa agar memanfaatkan perpustakaan sekolah sebagai sarana menggali ilmu dan tempat
berkumpul sesama siswa.

B. Pola Pengembangan Karangan
Semua pokok pikiran yang telah ditulis sebagai penjabaran tema dan sesuai dengan tujuan penulisan disusun serta dirumuskan menjadi kerangka karangan. Penyusunan kerangka karangan bertujuan untuk mengorganisasi tiap gagasan pokok, mana yang lebih dahulu dibahas dan mana yang kemudian dan seterusnya.
Dengan susunan kerangka karangan, penulis juga dapat mengevaluasi pokok pikiran atau gagasan yang tidak perlu sehingga harus dihilangkan serta pokok pikiran yang tumpang tindih. Pokok pikiran yang telah disusun
harus saling berkaitan sesuai dengan tema yang ditetapkan.
Dari kerangka karangan, karangan dapat dikembangkan dengan sistematis. Setiap topik atau gagasan pokok yang ada dalam karangan dijabarkan menjadi paragraf. Di dalam paragraf, terdapat satu pokok pikiran yang tertuang menjadi kalimat utama. Kalimat utama dapat berada di awal paragraf, dapat juga di akhir bergantung pada pola pengembangan yang dipilih. Jika berada di awal, disebut paragraf deduktif, sedangkan jika berada di akhir, disebut paragraf induktif.
Perhatikan gambar berikut ini!

Contoh paragrafnya :
Arang aktif adalah sejenis arang yang diperoleh dari suatu pembakaran yang mempunyai sifat tidak larut dalam air. Arang ini dapat diperoleh dari pembakaran zat-zat tertentu, seperti ampas debu, tempurung kelapa, dan tongkol jagung. Jenis arang ini banyak digunakan dalam beberapa industri pangan atau nonpangan. Industri yang menggunakan arang aktif adalah industri kimia dan farmasi seperti pekerjaan memurnikan minyak, menghilangkan yang tidak murni, dan menguapkan zat yang tidak perlu.
kalimat utama

Contoh paragrafnya:
Dua anak kecil ditemukan tewas di pinggir jalan Jenderal Sudirman. Seminggu
kemudian seorang anak wanita hilang ketika pulang dari sekolah. Sehari kemudian polisi
menemukan bercak-bercak darah di kursi belakang mobil John. Polisi juga menemukan potret
dua orang anak yang tewas di jalan Jenderal Sudirman di dalam kantung celana John. Dengan
demikian, John adalah orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban tentang
hilangnya tiga anak itu.

Kalimat utama juga bisa berada di awal dan di akhir. Biasanya kalimat utama di akhirnya hanya bersifat penegasan kembali apa yang telah tertuang di awal paragraf.
Perhatikan contoh berikut:

Contoh paragrafnya:
Pemerintah menyadari bahwa rakyat Indonesia memerlukan rumah murah, sehat, dan kuat. Departemen PU sudah lama menyelidiki bahan rumah yang murah, tetapi kuat. Agaknya bahan perlit yang diperoleh dari batu-batuan gunung berapi sangat menarik perhatian para ahli. Bahan ini tahan api dan tahan air. Lagi pula, bahan perlit dapat dicetak menurut keinginan seseorang. Usaha ini menunjukkan bahwa pemerintah berusaha membangun rumah murah, sehat dan kuat untuk memenuhi keperluan rakyat.



Paragraf juga ada yang berisi kalimat utama seluruhnya. Setiap kalimat merupakan pikiran pokok dan masing-masing berdiri sendiri. Namun, paragraf seperti itu jarang ditemui. Paragraf seperti ini biasanya terdapat pada karangan narasi.


Contoh paragrafnya:
Pagi hari aku duduk di bangku panjang dalam taman di belakang rumah. Matahari belum tinggi benar, baru sepenggalah. Sinar matahari pagi menghangatkan badan. Di depanku bermekaran bunga beraneka warna. Kuhirup hawa pagi yang segar sepuas-puasku.
Di dalam paragraf, terdapat satu pokok pikiran atau gagasan utama. Yang lainnya adalah kalimat-kalimat penjelas yang menjelaskan kalimat utama. Kalimat penjelas merupakan penjabaran dari subtopik atau pikiranpikiran penjelas. Sebelum membuat paragraf, sebaiknya dibuat dahulu kerangka paragraf.
Perhatikan contoh kerangka paragraf berikut ini!



C. Menulis Berbagai Jenis Cerita
1. Karangan narasi atau cerita
Karangan narasi adalah karangan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam satu kesatuan waktu.
Dalam membuat karangan jenis narasi, yang perlu diperhatikan adalah:
(1). mampu membuat ide cerita yang baru
(2) dapat menerapkan penokohan yang tepat
(3). dapat mengutarakan gaya cerita yang baik
(4). dapat menggunakan gaya bahasa yang pas
Contoh :
Malam itu Ayah kelihatan benar-benar marah. Aku sama sekali dilarang berteman dengan Syairul. Bahkan, Ayah mengatakan bahwa aku akan diantar dan dijemput ke sekolah. Itu semua gara-gara Slamet yang telah memperkenal aku dengan Siti.

2. Karangan deskripsi atau penggambaran
Karangan deskripsi adalah karangan yang menggambarkan keadaan, bentuk, atau suasana tertentu, seperti benda, orang, tempat sesuai dengan objek yang sebenarnya.
Langkah-langkah dalam menyusun karangan deskripsi adalah:
(1). menentukan topik atau tema karangan
(2) menetapkan tujuan
(3) mengadakan pengamatan di lokasi
(4) mengumpulkan bahan
(5) membuat kerangka karangan
(6) mengembangkan kerangka (memulai proses penulisan)
Contoh :
Pasar Tanah Abang adalah sebuah pasar yang sempurna. Semua barang ada di sana. Di toko yang paling depan, berderet toko sepatu dalam dan luar negeri. Di lantai dasar, terdapat toko kain yang lengkap dan berderetderet.
Di samping kanan pasar, terdapat warung-warung kecil penjual sayur dan bahan dapur. Di samping kiri ada pula berjenis-jenis buah-buahan. Pada bagian belakang, kita dapat menemukan berpuluh-puluh pedagang daging.

3.Karangan eksposisi atau pemaparan
Karangan eksposisi adalah karangan yang berisi pemaparan terhadap suatu konsep, gagasan, ide, dengan tujuan menguraikan, mengupas, menerangkan sesuatu yang akan menambah pengetahuan atau wawasan pembaca. Dalam karangan ini, sesuatu diuraikan secara terperinci terkadang dengan penambahan bentuk-bentuk visual seperti grafik, bagan, atau denah.
Langkah-langkah dalam menyusun karangan eksposisi adalah:
(1). menentukan topik paparan
(2). menentukan tujuan paparan
(3). membuat kerangka karangan
(4). mengembangkan kerangka karangan
Contoh :
Pasar Tanah Abang adalah pasar yang kompleks. Di lantai dasar terdapat sembilan puluh kios penjual kain dasar. Setiap hari rata-rata terjual tiga ratus meter untuk setiap kios. Dari data ini, dapat diperkirakan berapa besarnya uang yang masuk ke kas DKI dari Pasar Tanah Abang.

4. Karangan argumentasi
Karangan argumentasi adalah karangan yang berisi pendapat mengenai suatu hal yang disertai alasan-alasan yang logis dan sistematis serta penyajian bukti-bukti dengan tujuan memengaruhi pembaca untuk meyakini atau menyetujui pendapat tersebut. Karangan ini bersifat objektif.
Langkah-langkah dalam menyusun karangan argumentasi adalah:
(1). membuat topik terlebih dahulu
(2). menetapkan tujuan karangan
(3). melakukan observasi lapangan
(4). membuat kerangka karangan
(5). mengembangkan kerangka karangan
(6). membuat kesimpulan
Contoh :
Dua tahun terakhir, terhitung sejak Boeing B-737 milik maskapai
penerbangan Aloha Airlines celaka, isu pesawat tua mencuat ke permukaan. Ini dapat dimaklumi sebab pesawat yang badannya koyak sepanjang 4 meter itu sudah dioperasikan lebih dari 19 tahun. Oleh karena itu, adalah cukup beralasan jika orang menjadi cemas terbang dengan pesawat berusia tua. Di Indonesia, yang mengagetkan, lebih dari 60 persen pesawat yang beroperasi adalah pesawat tua.

5.Karangan Persuasi
Karangan persuasi adalah karangan yang berisi uraian mengenai sikap, pendapat, gagasan, dan perasaan yang bertujuan membuat pembaca percaya, yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang diuraikan.
Langkah-langkah dalam pembuatan karangan persuasi adalah:
(1). menentukan topik atau tema persuasi
(2). menetapkan tujuan persuasi
(3). mengadakan pengamatan terhadap objek sasaran
(4). membuat kerangka karangan
(5). mengembangkan kerangka karangan
(6). membuat kesimpulan Contoh :
Sampah yang setiap harinya dibuang terdiri atas sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang berasal dari sisa-sisa makanan dan sampah basah yang dapat membusuk. Sampah anorganik ialah sebaliknya yang tak dapat membusuk seperti plastik, kaca, karet, kulit dan sebagainya. Jika setiap harinya sampah dibuang oleh setiap orang, dapat dibayangkan berapa puluh dan ribu ton akan terkumpul. Tidak semuanya dapat didaur ulang. Oleh sebab itu, kita dapat membantu memilah sampah, untuk mengurangi tumpukan sampah, yaitu dengan cara sampah yang organik dapat dikubur di dalam tanah ukuran 3 x 3 m. Kemudian sampah yang anorganik dapat diberikan kepada pemulung untuk didaur ulang. Dengan demikian, kita telah membantu mengurangi tumpukan sampah setiap harinya di pembuangan sampah akhir.

TUGAS MANDIRI
Buatlah sebuah karangan minimal 3 paragraf dengan jenis narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Sebelumnya susunlah kerangka karangannya secara terperinci. Karangan bertema bebas.

BAB 11
MENGGUNAKAN KALIMAT TANYA SECARA TERTULIS

A. Kalimat Tanya
Kalimat tanya ialah kalimat yang dipergunakan dengan tujuan memperoleh reaksi berupa jawaban dari yang ditanya atau penguatan sesuatu yang telah diketahui oleh penanya. Kalimat tanya diucapkan dengan intonasi menaik pada suku kata akhir. Dalam bentuk tulis ditandai dengan tanda tanya (?). Kalimat tanya dicirikan oleh empat hal, yaitu sebagai berikut.
1. Penggunaan kata tanya: apa, siapa, di mana, bagaimana, mengapa, dan lain-lain. Contoh : Bagaimana kondisi pengungsi lumpur Lapindo saat ini?, Apa Anda sudah berpengalaman di bidang mesin?
2. Penggunaan kata bukan atau tidak
Contoh : Bukankah ini tas yang kamu bawa?, Ini hasil ulanganmu, bukan?, Tidakkah dia merasa aneh dengan sikapmu?
3. Penggunaan klitika -kah pada predikat kalimat yang diubah susunannya SP┻ PS Contoh : 1.a. Ia lulus tahun ini, 1.b. Luluskah ia tahun ini?, 2.a. Ia sudah pulang?, 2.b. Sudah pulangkah ia?
4. Penggunaan intonasi naik pada suku kata akhir
Contoh :



B. Jenis Kalimat Tanya dan Kata Tanya

1. Kalimat Tanya Klarifikasi dan Konfirmasi
Yang dimaksud kalimat tanya klarifikasi (penegasan) dan kalimat tanya konfirmasi (penjernihan) ialah kalimat tanya yang disampaikan kepada orang lain untuk tujuan mengukuhkan dan memperjelas persoalan yang belumnya telah diketahui oleh penanya. Kalimat tanya ini tidak meminta penjelasan, tapi hanya membutuhkan jawaban pembenaran atau sebaliknya dalam bentuk ucapan ya atau tidak dan benar atau tidak benar.
Contoh kalimat tanya klarifikasi:
1. Benarkah Saudara yang memimpin penelitianmu?,
2. Apa benar barang-barang ini milik Anda?,
3. Jadi benar isu mengenai keluarnya Anda dari Proyek Management?,
4. Benarkah akan terjadi gempa di Jakarta, Pak?
Contoh kalimat tanya konfirmasi:
1. Apakah Saudara mempunyai hubungan erat dengan terdakwa?,
2. Apa Bapak sudah menerima surat pengunduran diri saya?,
3. Apakah ini kunci mobil saudara?,
4. Apa hari itu Anda pergi bersamanya?

2. Kalimat Tanya Retoris
Kalimat tanya retoris adalah kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban atau tanggapan langsung. Kalimat tanya retoris biasanya digunakan dalam pidato, khotbah, atau orasi. Pertanyaan retoris dikemukakan dengan bermacam-macam maksud sesuai dengan pokok pembicaraan. Pertanyaan retoris bertujuan untuk memberi semangat, menggugah hati, memotivasi, memberi kesadaran, dan sebagainya terhadap audiens atau pendengar.
Contoh kalimat retoris :
1. Apakah kita tega membiarkan mereka kelaparan?,
2. Apakah nasib kita akan berubah tanpa ada usaha?
3. Mana mungkin Allah menurunkan rezeki bagi orang-orang malas?,
4. Di mana kita saat mereka memohon pertolongan?
5. Mana ada pejabat yang jujur di zaman edan seperti ini?,
6. Sudahkah kita mencoba memulai dari diri kita sendiri?,
7. Siapa yang akan bertanggung jawab terhadap moral bangsa kalau bukan kita?

3. Kalimat Tanya Tersamar
Kalimat tanya tersamar maksudnya adalah bentuk kalimat tanya yang mengacu pada bermacam maksud. Dengan kalimat tanya tersamar, penanya dapat menyampaikan berbagai tujuan seperti, memohon, meminta, menyindir, membiarkan, mengajak, menegaskan, menyetujui, menggugah, melarang, menyuruh, dan lain sebagainya. Contoh :
1. Tujuan meminta: Bolehkah saya tahu siapa namamu?,m Dapatkah kamu menolong saya?
2. Tujuan mengajak: Bagaimana kalau kamu ikut dalam perlombaan sains antarsekolah?, Dapatkah kamu menemaniku ke pesta itu nanti malam?
3. Tujuan memohon: Apakah kamu bersedia menerima lamaran saya?, Bersediakah kamu meminjamkan motormu kepadaku?
4. Tujuan menyuruh: Bagaimana kalau kamu berangkat ke sekolah sekarang?, Maukah kamu membuatkan kue bolu?
5. Tujuan merayu: Kapan saya bisa mengajak kamu jalan-jalan?, Jadi kan kamu traktir saya makan hari ini?
6. Tujuan menyindir: Apa tidak ada orang yang lebih bodoh dari kamu?, Begini caranya kamu berterima kasih?
7. Tujuan menyanggah: Apa dengan cara ini semua persoalan dapat selesai?, Bagaimana jika kita mencari cara yang lain?
8. Tujuan meyakinkan: Mestikah saya bersumpah di hadapanmu?, Apa selama ini kata-kata saya cuma pepesan kosong?
9. Tujuan menyetujui: Tak ada alasan untuk ditolak, bukan?, Apa pantas hal ini saya abaikan?

4. Jenis Kalimat Tanya Biasa
Kalimat tanya biasa disebut juga kalimat tanya untuk menggali informasi.Kalimat untuk menggali informasi biasanya menggunakan kata tanya. Kata tanya yang dipergunakan, dirumuskan dengan 5W+ 1H, yaitu : what (apa), where (di mana), who (siapa), whene (kapan), why (mengapa) dan how (bagaimana). Contoh penggunaannya did dalam kalimat:
Apa yang menyebabkan terjadinya kebakaran ini?
Dari mana asal api?
Siapa yang pertama kali melihat kejadian ini?
Kapan tepatnya peristiwa itu terjadi?
Mengapa pemadam kebakaran terlambat datang?
Bagaimana upaya warga menyelamatkan barang-barangnya dari kebakaran itu?
Berikut ini jenis kata tanya yang biasa dipergunakan.


TUGAS MANDIRI:
1. Bacalah wacana yang terdapat di awal bab ini, jelaskan penggunaan kalimat tanyanya.
2. Buatlah sebuah karangan berbentuk cerita atau cerpen yang di dalamnya terdapat bentuk-bentuk kalimat tanya tersamar minimal 5 kalimat tanya.
3. Susunlah sebuah pidato singkat yang di dalamnya terdapat penggunaan kalimat tanya retoris, minimal dua pertanyaan. Jelaskan maksud kalimat tanya retoris tersebut.

BAB XII
MEMBUAT PARAFRASE

A. Memahami Parafrasa
Pernahkah Anda mendengar istilah parafrasa? Istilah parafrasa mungkin sering muncul dalam pembahasan puisi. Salah satu cara untuk memahami puisi adalah dengan membuat parafrasa terhadap puisi tersebut, yaitu dengan menambahkan kata-kata yang dapat memperjelas kalimat pendek yang menjadi ciri khas puisi. Setelah ada penambahan, puisi tersebut berubah menjadi uraian prosa atau cerita. Artinya, wajah asli puisi tersebut telah berubah menjadi prosa, namun kandungan makna atau pengertian dari isi puisi tidak berubah. Hal seperti itulah yang disebut parafrasa.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, parafrasa adalah penguraian kembali suatu teks atau karangan dalam bentuk atau susunan kata yang lain dengan maksud dapat menjelaskan maknanya yang tersembunyi. Pengungkapan kembali suatu tuturan dan sebuah tingkatan atau macam bahasa tertentu menjadi macam yang lain tanpa mengubah pengertiannya.
Membuat parafrasa bukan hanya pada puisi ke prosa saja, tapi juga bentuk bahasa yang lain, seperti mengubah penggunaan kata kepada kata yang sepadan atau bersinonim, mengubah kalimat aktif menjadi bentuk pasif, kalimat langsung menjadi tidak langsung, mengubah bentuk uraian menjadi bentuk ungkapan atau peribahasa yang memiliki kesamaan arti. Pada tataran wacana yaitu mengubah wacana panjang menjadi bentuk rangkuman atau ringkasan. Dalam karya sastra, mengubah puisi ke prosa atau sebaliknya, mengubah bentuk dialog drama ke prosa atau sebaliknya. Jadi, pada hakikatnya parafrasa adalah mengubah atau mengalihkan suatu bentuk bahasa menjadi bentuk bahasa yang lain tanpa mengubah pengertian atau kandungan artinya. Parafrasa juga termasuk menceritakan kembali sesuatu yang telah didengar ke bentuk tulisan atau mengalihkan bentuk bahasa lisan ke bentuk bahasa tulisan. Misalnya, seseorang diperdengarkan sebuah cerita kemudian ia mencoba menguraikan kembali cerita tersebut dalam bentuk wacana atau karangan. Tentunya penggunaan kalimat dan pilihan katanya tidak sama dengan cerita aslinya karena dituangkan dengan menggunakan bahasa sendiri, namun inti cerita tidak berubah.
Pada pembahasan kali ini, akan diuraikan cara membuat parafrasa dari sebuah wacana atau teks tertulis ke bentuk yang lebih ringkas. Hal-hal apa yang harus diperhatikan dan bagian-bagian mana yang harus diabaikan sehingga terjadi perubahan bentuk dengan tetap mempertahankan ide atau gagasan pokok sesuai teks aslinya.

B. Cara Memparafrasa Wacana
Wacana atau teks tertulis merupakan bentuk karangan yang terbagi atas beberapa paragraf. Setiap paragraf terdiri atas unsur kalimat utama dan kalimat penjelas seperti yang telah diuraikan pada Bab 10. Kalimat-kalimat penjelas dapat berupa uraian yang penting dapat juga hanya perincian yang mengungkapkan contoh, ilustrasi, dan perumpamaan-perumpamaan. Kita harus tahu mana bagian yang berisi hal-hal pokok atau penting dan mana yang bukan. Untuk memparafrasakan sebuah teks tertulis, langkah-langkah yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
1. Bacalah teks yang akan diparafrasa secara keseluruhan.
2. Pahami topik atau tema dari teks tersebut untuk teks berbentuk narasi pahami pula alur atau jalan ceritanya.
3. Carilah kalimat utama pada setiap paragraf untuk menemukan gagasan atau ide pokok paragraf tersebut.
4. Catatlah gagasan pokok setiap paragrafnya.
5. Perhatikan kalimat penjelas, pilahlah kalimat penjelas yang penting dan buanglah yang hanya berupa ilustrasi, contoh, permisalan, dan sebagainya
6. Pilihlah kata atau kalimat yang efektif untuk menceritakan kembali. Jika perlu gunakan kata yang sepadan atau ungkapan yang lebih mewakili pengertian yang panjang, tetapi dapat dipahami.
7. Jika ada kalimat langsung, ubahlah menjadi kalimat tidak langsung agar lebih singkat.
8. Ceritakan atau uraikan kembali dengan bahasa yang lebih mudah dipahami dan ringkas.
Di bawah ini adalah contoh sebuah wacana dan proses parafrasanya.
Kewirausahaan merupakan fondasi yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi yang tersebar dan berkelanjutan, serta memperkuat proses demokratisasi suatu bangsa. Pengembangan kewirausahaan bermakna strategis bagi kemakmuran dan daya saing suatu bangsa. Hasil studi ACG Advisory Group mengindikasikan pendidikan formal secara umum berpengaruh terhadap kemampuan berwirausaha, tapi belum mampu menstimulan peserta didik memiliki kemauan berwirausaha. Hal ini disebabkan pendidikan formal di Indonesia saat ini hanya berfokus pada upaya mengembangkan sisi pengetahuan peserta didik memahami bagaimana suatu bisnis seharusnya dijalankan dan bukan pada upaya mengembangkan sisi sikap untuk berwirausaha serta pengalaman berwirausaha.
Fenomena ini disebabkan sistem pendidikan di Indonesia yang lebih menekankan pada sisi hard skill daripada soft skill sehingga sisi kognitif peserta didik yang lebih diutamakan daripada sisi afektif dan psikomotoriknya (Lead Education 2005). Akibatnya, lulusan pendidikan formal secara umum memiliki pemahaman pengetahuan yang relatif baik mengenai kewirausahaan, tapi tidak memiliki keterampilan dan mind-set berwirausaha.
Pendidikan ’pengetahuan’ kewirausahaan telah diajarkan secara intrakurikuler baik sebagai mata kuliah/mata pelajaran yang tersendiri maupun sebagai bagian (topik bahasan) dari mata kuliah/mata pelajaran dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi. Sayangnya, pembahasan kewirausahaan di lembaga pendidikan formal lebih didasarkan pada mengajarkan substansi buku teks, daripada memberikan pengalaman nyata bagi peserta didik untuk berwirausaha sehingga tidak mampu mengubah pola pikir dan sikap agar peserta didik memiliki kemauan dan kemampuan berwirausaha. Fenomena ini dibuktikan dari banyaknya lulusan perguruan tinggi yang menganggur (11,7% dari 6 juta orang lulusan perguruan tinggi), dan hanya kurang dari 5% lulusan perguruan tinggi yang akhirnya membuka usaha sendiri.
Perubahan sistem pendidikan tinggi dan orientasi masyarakat untuk kuliah perlu diubah untuk mengurangi pengangguran lulusan perguruan tinggi pada masa mendatang. Kurikulum pendidikan tinggi yang berbasis pengetahuan perlu diubah ke arah kurikulum yang berbasis kompetensi dan mendidik kemandirian. Pengembangan jiwa kewirausahaan di kalangan mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan pertambahan masalah pengangguran lulusan perguruan tinggi di Indonesia pada masa mendatang.
Perubahan kurikulum ini memerlukan dukungan bahan ajar yang atraktif dan praktis sesuai dengan tingkat kompetensi peserta didik, serta peningkatan kualitas guru dalam memahami kewirausahaan dan keterampilan teknis lainnya. Guru diharapkan mampu membekali keterampilan praktis kepada siswa didiknya yang bermanfaat untuk membuka usaha, seperti : pendidikan memasak, menjahit, membuat kerajinan tangan, dan sejenisnya. Perubahan pola pendidikan ini akan menghasilkan lulusan pendidikan formal yang memiliki pola pikir untuk berwirausaha serta mempunyai keterampilan dasar yang bermanfaat untuk berwirausaha kelak di kemudian hari. (Dikutip dari tabloid Flo dengan sedikit perubahan, 14 April 2007)

Hal-hal pokok yang terdapat dalam wacana di atas adalah seperti berikut.
1. Kewirausahaan merupakan fondasi pertumbuhan ekonomi dan memperkuat proses demokratisasi suatu bangsa.
2. Pendidikan formal di Indonesia hanya berfokus pada upaya mengembangkan pengetahuan bagaimana suatu bisnis harus dijalankan bukan mengembangkan sikap untuk berwirausaha.
3. Pendidikan di Indonesia lebih menekankan sisi hard skill bukan soft skill /sisi kognitif bukan afektif dan psikomotorik.
4. Pola pendidikan ini tidak mengubah pola pikir dan sikap peserta didik agar memiliki kemauan dan kemampuan untuk berwirausaha.
5. Lulusan perguruan tinggi menganggur 11,7% dari 6 juta orang dan hanya di bawah 5% lulusan yang membuka usaha sendiri.
6. Perubahan sistem pendidikan tinggi dan orientasi masyarakat harus kuliah perlu dilakukan.
7. Perubahan kurikulum memerlukan dukungan bahan ajar yang atraktif dan praktis sesuai dengan tingkat kompetensi peserta didik serta guru dalam memahami kewirausahaan.
8. Perubahan pola pendidikan ini akan menghasilkan lulusan pendidikan formal yang memiliki pola pikir untuk berwirausaha serta memiliki keterampilan dasar yang bermanfaat untuk berwirausaha kelak di kemudian hari.
Parafrasa wacana seperti berikut.
Kewirausahaan merupakan fondasi dan penguat pertumbuhan ekonomi dan demokratisasi suatu bangsa. Pendidikan formal secara umum berpengaruh dalam mengembangkan kewirausahaan, namun belum dapat menstimulan peserta didik untuk mau berwirausaha. Sistem pendidikan di Indonesia baru mengembangkan sisi kognitif yaitu memahami proses bisnis bukan menumbuhkan sikap berbisnis. Pendidikan di Indonesia lebih menekankan hard skill daripada soft skill. Hal ini menyebabkan lulusan perguruan tinggi menganggur 11,7 % dari 6 juta orang dan hanya kurang dari 5% yang membuka usaha sendiri. Perubahan pendidikan formal termasuk orientasi masyarakat yang mengharuskan kuliah perlu dilakukan. Namun, hal itu perlu didukung oleh bahan ajar yang atraktif dan praktis serta guru yang memahami kewirausahaan. Dengan adanya perubahan ini, diharapkan lulusan pendidikan formal memilki pola pikir untuk berwirausaha dan mempunyai keterampilan dasar untuk modal berwirausaha kelak di kemudian hari.
sepadan atau ungkapan yang lebih mewakili pengertian yang panjang, tetapi dapat dipahami.
7. Jika ada kalimat langsung, ubahlah menjadi kalimat tidak langsung agar lebih singkat.
8. Ceritakan atau uraikan kembali dengan bahasa yang lebih mudah dipahami dan ringkas.

TUGAS MANDIRI:
Bacalah wacana di awal bab ini, kemudian buatlah parafrasanya. Ikuti langkah-langkah membuat parafrasa!




DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E. zaenal dan S. Amran Tasai. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:Akademika Pressindo.
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.Berita Kota, 6 Januari 2008.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Dewanto, Nugroho. 2005. Kamus Sinonim-Antonim Bahasa Indonesia. Bandung:Yrama Wijaya
Edutainment FLO, edisi. 14 April 2007
Finoza, Lahmudin. 2006. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulis.Gema, No. 06/Th. XII/2007
Hayon, Josep. 2003. Membaca dan Menulis Wacana. Jakarta: Storia Grafika.Hikayah, Edisi Eksklusif, 2005
Intisari, Agustus, 2003
Intisari, Oktobver, 2003
Intisari, November, 2003.
Intisari, No.528, Juli 2007
Kompas, 30 Mei 2007
Kompas, 29 Juni 2007
Kompas, 2 Desember 2007
Kompas, 12 Desember 2007
Kridalaksana, Harimukti. 2007. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:Gramedia.
Marahimin, Ismail. 2001. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya Media Jaya, Tahun XXXI-Edisi 05-2007
Media Kominfo Mandikdasmen, September 2006 Meita, Ruwi. 2007. Bangku Kosong. Jakarta: Gagasmedia
Nonstop, 18 Mei 2007
Pardosi, Mico. 2004. Belajar Sendiri Internet. Surabaya: Indah. 253 Bahasa Indonesia SMK/MAK Setara Tingkat Semenjana Kelas X Peluang Usaha, 26 Februari _ 11 Maret 2007.
Pos Kota, 4 Desember 2007
Pradopo, Rachmat Joko. 2005. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Priyantono, Agus dan Rustamaji. 2004. Strategi Sukses UAN SMA/MAN Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Andi.
Rahmayanti, Edwina dan Maloedyn Sitanggang. 2006. Taklukkan Penyakitdengan Klorofil Alfalfa. Jakarta: AgroMedia Pustaka.Redaksi Lima Adi Sekawan. 2007. EYD Plus. Jakarta: Limas.
Republika, 7 Juli 2007
Republika, 28 Oktober 2007
Republika, 16 Desember 2007Rosidi, Imron. 2005. Ayo Senang Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Media Pustaka.
Soedarso. 2004. Speed Reading: Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta:Gramedia.
------------ (ed.). 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia 1 dan 2 . Jakarta: Pusat BahasaDepdiknas.
Tempo. 24 April 2007Tim MGMP Bahasa Indonesia SMK DKI Jakarta. 2005. Modul Bahasa Indonesia.Jakarta: Dinas Dikmenti SubDinas Pendidikan SMK. Provinsi DKIJakarta.
Tim LP2IP. 2006. Bahasa Indonesia untuk SMK Tataran Semenjana Jilid IA dan I B.Yogyakarta: LP2IP. Gajah Mada.
--------------2006. Bahasa Indonesia untuk SMK Tataran Madia Jilid. II A dan II B.Yogyakarta.: LP2IP Gajah Mada.
Tim Bahasa. 2006. Modul Bahasa Indonesia. Jakarta: Yudhistira.
Tim Bahasa dan Sastra Indonesia. 2005. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.Jakarta : Yudhistira.
Tim Penyusun. 2003. Satu Bahasa Bahasa Indonesia. Kelas 2 dan 3 SMK. Klaten:Saka Mitra Kompetensi.
Tim Pengurus Primagama. 2006. Kiat Sukses Ujian Nasional 2007 SMK.Yogyakarta: Andi.
Tim Redaksi. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.Warta Kota, 10 Mei 2007.

GLOSARIUM

akronim kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar
alofon varian fonem berdasarkan posisi di dalam kata, misal fonem pertama pada kita dan kata secara fonetis berbeda tetapi masing masing adalah alofon
dari fonem /k/
artikulasi perubahan rongga dan ruang dalam saluran suara untuk menghasilkan bunyi bahasa
biografi riwayat hidup (seseorang) yang ditulis oleh orang lain
bilabial dihasilkan dengan kedua bibir
diftong bunyi vokal rangkap yang tergolong dalam satu suku kata
eksplisit gamblang, tegas, terus terang, tidak berbelit belit (sehingga orang dapat menangkap maksudnya dengan mudah dan tidak mempunyai gambaran yang kabur atau salah mengenai berita, keputusan, pidato, dan sebagainya); tersuratekspresi mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi
ensiklopedia buku (atau serangkaian buku) yang menghimpun keterangan atau uraian tentang berbagai hal dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, yang disusun menurut abjad atau menurut lingkungan ilmu
fiksasi perasaan terikat atau terpusat pada sesuatu secara berlebihan
fonemik 1. ilmu bahasa (linguistik) tentang sistem fonem; 2. sistem fonem suatu bahasa;3. prosedur untuk menentukan fonem suatu bahasa
gramatikal sesuai dengan tata bahasa; menurut tata bahasa
homograf kata yang sama ejaannya dengan kata lain, tetapi berbeda lafal dan maknanya(seperti teras inti kayu dan teras /teras / bagian rumah
homonim kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya karena berasaldari sumber yang berlainan
implisit mutlak tanpa ragu ragu
akronim kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar
alofon varian fonem berdasarkan posisi di dalam kata, misal fonem pertama pada kita dan kata secara fonetis berbeda tetapi masing masing adalah alofon
dari fonem /k/
artikulasi perubahan rongga dan ruang dalam saluran suara untuk menghasilkan bunyi bahasa
biografi riwayat hidup (seseorang) yang ditulis oleh orang lain
bilabial dihasilkan dengan kedua bibir
diftong bunyi vokal rangkap yang tergolong dalam satu suku kata
eksplisit gamblang, tegas, terus terang, tidak berbelit belit (sehingga orang dapat menangkap maksudnya dengan mudah dan tidak mempunyai gambaran yang kabur atau salah mengenai berita, keputusan, pidato, dan sebagainya); tersurat
ekspresi mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi
ensiklopedia buku (atau serangkaian buku) yang menghimpun keterangan atau uraian tentang berbagai hal dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, yang disusun menurut abjad atau menurut lingkungan ilmu
fiksasi perasaan terikat atau terpusat pada sesuatu secara berlebihan
fonemik 1. ilmu bahasa (linguistik) tentang sistem fonem; 2. sistem fonem suatu bahasa; 3. prosedur untuk menentukan fonem suatu bahasa
gramatikal sesuai dengan tata bahasa; menurut tata bahasa
homograf kata yang sama ejaannya dengan kata lain, tetapi berbeda lafal dan maknanya (seperti teras inti kayu dan teras /teras / bagian rumah
homonim kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya karena berasal dari sumber yang berlainan
implisit mutlak tanpa ragu ragu
akronim kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar
alofon varian fonem berdasarkan posisi di dalam kata, misal fonem pertama pada kita dan kata secara fonetis berbeda tetapi masing masing adalah alofon dari fonem /k/
artikulasi perubahan rongga dan ruang dalam saluran suara untuk menghasilkan bunyi bahasa
biografi riwayat hidup (seseorang) yang ditulis oleh orang lain
bilabial dihasilkan dengan kedua bibir
diftong bunyi vokal rangkap yang tergolong dalam satu suku kata
eksplisit gamblang, tegas, terus terang, tidak berbelit belit (sehingga orang dapat menangkap maksudnya dengan mudah dan tidak mempunyai gambaran yang kabur atau salah mengenai berita, keputusan, pidato, dan sebagainya); tersurat
ekspresi mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi
ensiklopedia buku (atau serangkaian buku) yang menghimpun keterangan atau uraian tentang berbagai hal dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, yang disusun menurut abjad atau menurut lingkungan ilmu
fiksasi perasaan terikat atau terpusat pada sesuatu secara berlebihan
fonemik 1. ilmu bahasa (linguistik) tentang sistem fonem; 2. sistem fonem suatu bahasa; 3. prosedur untuk menentukan fonem suatu bahasa
gramatikal sesuai dengan tata bahasa; menurut tata bahasa
homograf kata yang sama ejaannya dengan kata lain, tetapi berbeda lafal dan maknanya (seperti teras inti kayu dan teras /teras / bagian rumah
homonim kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya karena berasal dari sumber yang berlainan
implisit mutlak tanpa ragu ragu
akronim kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar
alofon varian fonem berdasarkan posisi di dalam kata, misal fonem pertama pada kita dan kata secara fonetis berbeda tetapi masing masing adalah alofon dari fonem /k/
artikulasi perubahan rongga dan ruang dalam saluran suara untuk menghasilkan bunyi bahasa
biografi riwayat hidup (seseorang) yang ditulis oleh orang lain
bilabial dihasilkan dengan kedua bibir
diftong bunyi vokal rangkap yang tergolong dalam satu suku kata
eksplisit gamblang, tegas, terus terang, tidak berbelit belit (sehingga orang dapat
menangkap maksudnya dengan mudah dan tidak mempunyai gambaran yang kabur atau salah mengenai berita, keputusan, pidato, dan sebagainya); tersurat
ekspresi mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi
ensiklopedia buku (atau serangkaian buku) yang menghimpun keterangan atau uraian tentang berbagai hal dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, yang disusun menurut abjad atau menurut lingkungan ilmu
fiksasi perasaan terikat atau terpusat pada sesuatu secara berlebihan
fonemik 1. ilmu bahasa (linguistik) tentang sistem fonem; 2. sistem fonem suatu bahasa; 3. prosedur untuk menentukan fonem suatu bahasa
gramatikal sesuai dengan tata bahasa; menurut tata bahasa
homograf kata yang sama ejaannya dengan kata lain, tetapi berbeda lafal dan maknanya (seperti teras inti kayu dan teras /teras / bagian rumah
homonim kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya karena berasal dari sumber yang berlainan
implisit mutlak tanpa ragu ragu

0 komentar:

Posting Komentar

animasi blog
 
Gudang Ilmu Pengetahuan Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template